Apa itu datang?
Apa itu pergi?
Manusia datang ke bumi tanpa pernah disadari,
dan manusia akan pergi menghadap ilahi juga tanpa pernah disadari.
KabarIndonesia - Kehidupan menyimpan begitu banyak misteri, sama banyaknya dengan teka-teki di balik kematian. Memang begitulah, karena kehidupan dan kematian merupakan rahasia yang abadi, maka pemahaman dan pembahasan tentang keduanya bagaikan berlayar mengarungi samudera yang luas tiada bertepi.
Datang dan pergi hanyalah sedikit diantara ribuan, bahkan jutaan, fenomena yang datang silih berganti mewarnai kehidupan yang memang penuh misteri. Sebagaimana fenomena alam, seperti siang dan malam, keduanya terus menerus hadir dan berlalu dalam dunia kita, dalam kehidupan kita, terjadi dalam waktu yang relatif singkat, dan tidaklah mungkin kita kendalikan atau kita atur. Keduanya terjadi begitu alami, dan biasanya, tanpa kita sadari.
Ada beberapa prinsip, fenomena, atau “hukum” tentang datang dan pergi yang tampaknya perlu diketahui, agar cakrawala pengetahuan kita tentang rahasia kehidupan sedikit terbuka, sehingga kita menjadi lebih arif dan bijaksana dalam menghadapi berbagai problematika hidup dan kehidupan ini.
Pertama, semua yang datang pasti akan pergi dan semua yang pergi belumlah tentu akan datang (kembali). Ini sering, bahkan berkali-kali, terjadi dan kita alami. Kaum kerabat, saudara, keluarga, tetangga, atau kekasih kita tentu pernah datang mengunjungi kita untuk sesaat, lalu mereka akan pergi. Ketentuanini juga berlaku pada harta benda atau kepemilikan lainnya, dengan sedikit perbedaan. Bila harta itu semakin cepat datang, biasanya akan cepat pula pergi. Pepatah mengatakan easy come easy go.
Kita boleh dan bebas mencintai, memiliki, atau menguasai apapun, siapapun, kapanpun, dan dimanapun, namun kita haruslah ingat bahwa kita harus siap berpisah dengan yang pernah kita cintai, kita miliki, atau kita kuasai.
Kedua, tidaklah semua yang datang dan pergi kita sadari, ada sesuatu yang datang dan pergi secara alami, bahkan sebelum kita ada. Itulah waktu. Ia datang tak pernah diundang dan pergi tanpa pernah permisi.
Sahabatku, Satu hal yang mengherankan, kita lebih sering merasa “masih ada waktu” atau “masih ada (hari) esok” daripada merasa “kehilangan, kekurangan, atau kehabisan waktu”. Perlulah disadari bahwa waktu (hidup) kita amat terbatas dan sangat singkat. Oleh karenanya, nyata sekali bahwa hidup ini terlalu singkat untuk saling membenci dan berbuat dosa/maksiat. Bukankah saling bermaafan lebih indah daripada saling bermusuhan atau menyimpan dendam? Bukankah berbuat kebaikan lebih mudah dan indah daripada berbuat kejahatan?
Ketiga, ada sesuatu yang tak pernah datang dan tak pernah pula pergi, namun kita sadar bahwa sesuatu itu ada, hadir, dan selalu menyertai kehidupan kita. Itulah ruang. Ia melingkupi kehidupan, juga mewadahi kematian. Kita menjalani kehidupan dalam ruang yang bernama “alam dunia”, lalu kita akan melalui kematian dalam ruang yang bernama “alam barzakh”, atau “alam kubur”, dan akhirnya kita dibangkitkan dalam ruang yang bernama “alam akhirat”.
Sahabatku, singkatnya, kita datang untuk pergi dan kita pergi untuk datang kembali. Kita datang ke alam dunia dan akan pergi ke alam kubur. Kita datang ke alam kubur untuk kemudian pergi ke alam akhirat. Kita pergi ke alam akhirat untuk datang kembali ke pangkuan ilahi.
Keempat, ada sesuatu yang amat kita harapkan untuk datang dan kita tidak pernah mengharapkannya pergi. Itulah kekasih. Ia adalah seseorang yang amat kita nantikan kedatangannya, sangat kita rindukan kehadirannya. Bukan hanya untuk selalu ada dan hadir, melainkan juga untuk selalu bersama-sama kita melewati dan menjalani kehidupan ini. Kekasih hanyalah sesuatu atau seseorang yang kita (amat) cintai. Bentuk dan wujud “sang Kekasih” bisa bermacam-macam. Kekasih bisa berupa wanita, harta/materi, tahta (kedudukan dan pangkat), anak, rumah, perhiasan, dll.
Sahabatku, perlulah disadari, hukum cinta sejati menyatakan bahwa “kita boleh memiliki namun kita tidak boleh dimiliki”. Ini berarti bahwa kita hanya boleh memiliki yang kita cintai sebatas hak kepemilikan, hak pakai, hak guna, bukan hak untuk menjadikannya bagian dari diri atau (ke)hidup(an) kita sehingga kita juga dimiliki oleh yang kita cintai. Dengan kata lain, kita boleh memiliki dunia, namun kita tak boleh dimiliki dunia, karena kita telah dimiliki oleh sang Pemilik dunia, Allah swt.
Sahabatku, yang terkadang kita lupakan adalah hukum cinta suci-sejati tertinggi:
1. Cinta sejati berarti mencintai Allah swt dan makhlukNya yang Dia perintahkan agar kita cintai.
Sebab cinta “diri” adalah kunci untuk mencapai cinta Ilahi. (“Diri” dapatlah dipahami sebagai manusia dan semesta, sebab sejatinya, manusia dan semesta itu adalah satu dan tak terpisahkan.)
2. Mencintai tidaklah berarti memiliki.
Karena memiliki berarti mengikat, sedangkan cinta suci-sejati bersifat membebaskan, melepaskan, dan memerdekakan, bukan mengikat.
Kelima, ada sesuatu yang datangnya kita benci dan perginya kita syukuri. Itulah musuh atau lawan. Ia merupakan seseorang yang amat kita benci sehingga kita berharap agar ia tidak pernah datang, atau bila datang kita berharap agar ia secepatnya pergi. Kita bersyukur dan bisa merasa lega bila musuh atau lawan telah pergi, atau tidak (pernah) ada dalam kehidupan kita.
Namun sahabatku, janganlah kita terlalu (berlebihan) dalam membenci sesuatu atau seseorang, sebab kebencian itu menyiksa hati dan menyakiti diri. Boleh jadi dia yang kita benci telah pergi, namun bayangan atau kenangan tentangnya selalu datang atau ada dalam kehidupan atau minimal menghantui mimpi kita. Bila sudah begini, maka diri sendirilah yang akan merugi.
Keenam, ada sesuatu yang datang secara alami dan sekali ia datang, takkan pernah pergi. Itulah cinta. Ada saat dimana seseorang merasa kosong, hampa, sunyi, sepi, sendiri. Perasaan akan kekosongan atau kehampaan itu menjadi bukti bahwa ada segi kehidupannya yang belum lengkap, ada sisi jiwanya yang belum (sepenuhnya) terisi.
Kekosongan akan melahirkan kerinduan, dan benih kerinduanlah yang akan tumbuh menjadi cinta. Sebab kerinduan adalah hasrat atau keinginan untuk selalu bersama-sama dengan yang dianggap lebih dari dirinya. Karena manusia itu sebenarnya adalah separuh jiwa dan saat ia menemukan cintanya, maka sempurnalah jiwanya.
Sahabatku, untuk sekadar diketahui bahwa sekali cinta datang, ia tak mungkin pergi. Sebab cinta meliputi ruang dan waktu, sedangkan semesta raya dan kehidupan dilingkupi oleh ruang dan waktu, sehingga tidak ada yang bisa lepas dari cinta. Karena untuk melepaskan diri dari cinta, manusia harus berada di luar ruang dan waktu, dan ... hal itu berarti kematian!
Cinta dan kehidupan adalah sahabat karib yang tak terpisahkan, sehingga dapatlah dikatakan, “Dimana ada cinta, disitu ada kehidupan.” Bila seseorang telah dipenuhi oleh cinta, maka jiwanya dan dirinya akan hidup dan ia bisa melimpahkan cintanya untuk memberi “nafas kehidupan” kepada makhluk, terutama manusia.
Ketujuh, ada sesuatu yang datang dan pergi secara cepat, tidak terduga, tidak terbayangkan sebelumnya, dan tidak pernah diharapkan. Itulah maut, pembawa kematian. Ia menyebabkan semua yang hidup menjadi mati, memisahkan manusia dari yang di/mencintainya, membawa duka, memutuskan segala asa dan cita, menghilangkan bahagia, sukacita, dan segala rasa. Bagi sebagian manusia yang telah tercerahkan sepenuhnya, kematian hanyalah jalan penyatuan dengan Kekasih, kematian merupakan jembatan yang mengantarkan ke singgasana kemuliaan, kematian adalah gerbang menuju keabadian, kematian adalah kehidupan yang sejati atau hakiki. Yang pasti, dihadapan maut, semua manusia akan terlihat sama.
Sahabatku, perlulah diingat, bahwa ketika hidup semua orang pada hakikatnya sedang tidur dan mereka akan bangun ketika mati.
Ada satu pesan menarik untuk direnungkan: matilah sebelum mati. Ini berarti bahwa diharapkan kita menarik diri dari dunia materi menuju tempat abadi (akhirat) dan telah siap mati sebelum tiba waktunya. Karena orang yang paling cerdas diantara kamu sekalian adalah yang paling siap menghadapi kematian, sabda Rasul saw.
Kedelapan, ada sesuatu yang datang secara terus menerus, tidak pernah pergi atau tidak pernah datang sama sekali pada suatu episode dalam kehidupan ini. Itulah misteri atau rahasia yang mencakup: (perubahan) nasib, keberuntungan, kesuksesan, kemalangan, suka, duka, dan mimpi.
Hal-hal inilah yang terkadang atau bahkan selalu mewarnai kehidupan kita. Bencana yang beruntun atau keberuntungan yang terus menerus hanyalah sebagian kecil dari misteri atau rahasia itu. Selebihnya, banyak peristiwa atau kejadian tak terduga yang terkadang “mengharuskan” kita untuk mencari hikmah di balik segala sesuatu. Yang pasti, tidak ada sesuatupun yang terjadi yang tidak mengandung hikmah atau pelajaran. Semuanya mengandung hikmah yang pada akhirnya menjadikan kita lebih matang dan lebih dewasa dalam berpikir, bersikap, dan bertindak atau berperilaku.
Kesembilan, ada sesuatu yang tidak bisa dikatakan (pernah) datang atau pergi, namun sesuatu ini mutlak ada, selalu dan selamanya ada, tidak pernah tiada, bahkan sebelum semuanya ada. Dialah Allah, sang Diri Sejati. Datang dan pergi adalah perbuatan yang diperuntukkan hanya untuk makhluk. Bagaimana mungkin Allah bersifat sama dengan makhluk? Bukankah Dialah yang menjadikan makna, menakdirkan segala sesuatu menjadi datang, menetapkannya pergi, dan juga menentukan semua itu menjadi ada dan atau tiada?
Maha Suci Allah! Dia mencintai manusia yang datang menghadapNya, dan Dia tidak membenci mereka yang pergi dariNya. Semua diberi dan dirahmatiNya. Alhamdulillah … .
Datang dan pergi telah sedikit diuraikan, namun penulis yakin masih banyak rahasia yang belum tergali di balik misteri kehidupan ini.
Sahabatku, untuk memahami kehidupan dan kematian memang hanya ada satu kunci: terus mencari! Seperti halnya untuk memahami jatidiri, manusia “wajib” mencari dalam dirinya, menemukan jawabannya di dalam hati, dan akhirnya mengikuti nurani yang telah suci. Demikian pula untuk memahami “datang dan pergi” memang diperlukan upaya, usaha, ikhtiar, doa yang sungguh-sungguh, tulus, dan istiqomah. Sehingga suatu saat misteri ini akan terkuak. Ingatlah sahabatku, siapa yang mencari (dengan sungguh-sungguh) maka dia akan mendapatkan.
Sahabatku, untuk diketahui pula, yang terpenting adalah bukan bagaimana kita datang atau bagaimana kita pergi, melainkan apa yang kita wariskan setelah kita pergi, atau bagaimana peradaban ini menjadi jauh lebih maju dan beradab karena kita.
Akhir kata, sudah sepantasnyalah setelah membaca dan merenungkan uraian di atas, kini kita dapat lebih memahami “apa itu datang” dan “apa itu pergi”. Semoga pemahaman ini dapat mengantarkan kita kepada ridho Ilahi. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar