Nabi Muhammad saw di utus ke dunia ini sebagai nabi akhir zaman, yang menjelaskan kepada seluruh umat manusia tentang mana yang halal dan mana yang haram, tak terkecuali dengan makanan.
Ada sebagian makanan atau minuman yang dilarang dalam agama, ada juga yang hanya makruh hukumnya dan ada juga yang halalan thayyiba. Seperti jengkol dan pete, sebenarnya jenis makanan ini tidak pernah disebutkan dalam alquran dan hadits. Akan tetapi permasalahan jengkol dan pete, yang kadang meninggalkan bau di mulut sama halnya dengan bawang merah dan bawang putih, tersebut dalam hadits nabi Muhammad saw :
Ada sebagian makanan atau minuman yang dilarang dalam agama, ada juga yang hanya makruh hukumnya dan ada juga yang halalan thayyiba. Seperti jengkol dan pete, sebenarnya jenis makanan ini tidak pernah disebutkan dalam alquran dan hadits. Akan tetapi permasalahan jengkol dan pete, yang kadang meninggalkan bau di mulut sama halnya dengan bawang merah dan bawang putih, tersebut dalam hadits nabi Muhammad saw :
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه في فتح خيبر أن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال: “من أكل من هذه الشجرة الخبيثة شيئاً فلا يقربنا في المسجد”، فقال الناس: حرمت، حرمت، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم فقال: “أيها الناس إنه ليس بي تحريم ما أحل الله لي، ولكنها شجرة أكره ريحها
“dari Abi Sa’id al Khurdry ketika penaklukan Khaibar, nabi Muhammad saw bersabda : siapa yang memakan dari pohon yang bau ini (bawang merah dan bawang putih) maka janganlah mendekati masjid. Orang-orang pun langsung bercerita-cerita tentang sabda nabi ini, mereka mengatakan : diharamkan, diharamkan. Hingga sampailah isu ini ke rasulullah saw, maka beliau bersabda : wahai umat manusia, sesungguhnya saya tidak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, akan tetapi pohon ini, aku tidak suka baunya.” (H.R Muslim)
Dari hadits ini, jelaslah bahwa bawang merah dan bawang putih tidaklah dilarang. Akan tetapi nabi hanya tidak suka baunya saja, karena bisa mengganggu kenyamanan orang sekitar, sehingga nabi melarang orang yang memakanny untuk masuk mesjid, karena baunya itu bisa saja mengganggu kehusyu’an orang yang shalat. Nah, ketika bawang merah dan bawang putih itu sudah di olah, atau sudah di masak, hingga tidak ada baunya lagi, maka boleh-boleh saja memakannya. Dan saya rasa, masakan tanpa bawang akan terasa kurang nikmat. Begitu juga dengan jengkol dan pete, ketika sudah dimasak atau di olah, sehingga baunya hilang, maka ga ada salahnya kita makan rendang jengkol. Atau kita makan jengkol/pete setalah itu kita punya teori sendiri untuk menghilangkan baunya, misalnya dengan gosok kiki, atau memakan sesuatu ini dan itu, sehingga mulut tidak bau lagi, maka makan jengkol dan pete boleh-boleh saja.
Intinya, yang tidak di sukai nabi itu adalah baunya yang bisa mengganggu orang-orang di sekitar kita, karena nabi sangat menganjurkan agar kita selalu menjaga kenyamanan dan jangan pernah mengganggu orang lain. Nah! Bukan hanya bawang merah dan bawang putih, atau jengkol dan pete, bahkan semua makanan yang kira-kira meninggalkan bau di mulut, sehingga bisa mengganggu kenyamanan harus di hindari. Di hindari bukan karena makanan itu sendiri, namun karena bau yang memberi mudarat kepada orang lain. Seperti durian, kadang durian itu meninggalkan bau yang tidak sedap, maka kita di anjurkan untuk sikat gigi, atau memakan sesuatu yang bisa menghilangkan bau durian dari mulut, agar kita tidak mengganggu orang lain dengan bau yang tidak sedap tersebut.
Kesimpulan, ukuran di hindari makanan ini adalah baunya. Jika memang tidak menimbulkan bau lagi, maka makanan itu halalan thaiba. dan hukum memakan makanan yang menimbulkan bau mulut itu boleh bukan haram. Akan tetapi ada yang memakruhkannya dengan alasan, baunya memberi mudharat kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar