Jumat, 20 Januari 2012

NIAT ITU PENENTU KUALITAS DAN PAHALA IBADAH

Setelah Rasulullah Saw dan para sahabat sampai di Kota Madinah dari perjalanan Hijrah, tersiar sebuah berita, ada seorang pria yang juga hijrah dari Makkah ke Madinah, tapi berhijrahnya itu bukan karena menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tapi karena mengejar seorang wanita yang menjadi tunangannya, Ummul Qoisy.
Rasulullah Saw pun bersabda:
Sesungguhnya setiap amal itu tergantung kepada niat, seseorang akan memperoleh hasil dari amalnya tergantung kualitas niatnya. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul Allah. Ia tentu akan memperoleh ridha Allah dan Rasul Allah. Tapi barangsiapa yang berhijrah karena tujuan materi, maka ia akan memperoleh materi dari niat hijrahnya itu. Dan barangsiapa yang berhijrah karena mengejar wanita, ia pun hanya akan memperoleh wanita yang dikejarnya itu. Sesungguhnya hijrah seseorang tergantung kepada niat hijrahnya.”(Hadits Jama’ah).
Dari hadits itulah lahir berbagai macam bahasan tentang niat. Niat dibahas sebagai rukun pertama dalam ibadah. Ada niat shalat, niat shaum, niat ibadah haji, dan lain-lain. Umumnya niat dalam kaitan dengan ibadah itu ditempatkan sebagai rukun pertama ibadah, yaitu niat digetarkan di dalam hati kita mementukan jenis sesuai ibadah yang kita lakukan.
Kalau pada jam 4. 30 subuh, kita shalat 2 rakaat itu bisa bermacam-macam, bisa disebutkan tahiyatul masjid, kobla fajar, qobla subuh, bahkan bisa juga istikharah dan tentu juga shalat subuh.
Yang membedakan antara satu jenis shalat dengan shalat yang lain adalah niat seseorang. Jadi, ketika waktu shubuh, niatnya shalat apa? Bila telah berniat shalat subuh, maka tidak boleh lagi shalat yang lainnya sebab tidak ada shalat sunat setelah sholat subuh.
Tapi sebaliknya, kalau orang sudah melakukan empat macam sholat, umpamanya saja dua rakat salam, dua rakaat salam, tapi belum tercetus dalam hatinya itu niat shalat subuh, maka dia tetap belum melaksanakan shalat subuh walaupun telah melakukan dua rakaat.
Begitupula ketika seseorang ibadah shaum, itu bisa bermacam-macam, bisa shaum sunat, shaum kodo, atau shaum kifarat karena melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu, bisa juga shaum nazar. Shaum itu sama, tetapi yang membedakan antar shaum dengan shaum yang lainnya adalah niatnya.
Niat dalam bahasan ibadah sebagai rukun pertama dalam ibadah. Semua niat itu, shaum, shalat, atau zakat itu digetarkan dalam hati, tetapi dalam ibadah haji dan umrah niat itu harus diungkapkan dalam bentuk ucapan: labbaika Allohumma umrotan, labbaik allohumma hajjan.
 NIAT sering juga dibahas dalam kajian ushul fikih, yaitu niat yang berfungsi menentukannya hukum sesuatu perbuatan. Suatu perbuatan di luar ritual ibadah yang tidak diatur oleh agama, bagaimana status hukumnya, banyak ditentukan oleh niatnya.
Bagaimana seseorang itu hukumnya menjadi wajib dan itu tidak ada dalam agama Islam, maka kembali kepada niat masing-masing. Kalau niatnya baik, menjadi baik, niatnya tidak baik menjadi niat tidak baik.
Bagaimana hukumnya orang telah beribadah haji memakai gelar haji, padahal nabi dan para sahabat tidak mencontohkan itu juga tergantung dari niatnya. Kalau niatnya baik menjadi baik, kalau tidak baik juga akan tidak baik, yaitu perbuatan-perbuatan diluar ritual ibadah dan agama tidak mengaturnya, maka ketetapannya itu berdasarkan niatnya. Seperti nikah itu bisa wajib, haram atau halal, tergantung dari niat nikah itu apa?
Yang penting untuk kita mantapkan, niat kita dalam ibadah menentukan kualitas ibadah kita, menentukan nilai pahala ibadah kita. Beberapa orang yang melakukan sholat dua rakaat, dengan bacaan yang sama, waktu melakukannya juga sama bahkan dilakukan di tempat yang sama, tetapi kemudian di sisi Alloh bisa bermacam-macam, tergantung apa?
Tergantung niatnya. Yang terbaik niat itu adalah melaksanakan ibadah karena mengharap ridla Allah. Itu yang disebut ikhlas. Sedang niat yang paling jelek adalah niat melaksanakan ibadah karena mengharap pujian, penghargaan dari manusia. Itu yang kita kenal denganriya atau sum’ahRiya’ ingin dilihat orang. Sum’ah ingin dikenal orang, pamer melaksanakan ibadah.
Ibadah apa pun yang dilakukan seseorang yang niatnya, mengharapkan pujian dari manusia, di akhirat dia tidak akan mendapatkan apa-apa, karena memang dia telah mengkhususkan balasannya dari manusia, seperti yang diungkapkan dalam hadits,
“Orang-orang yang mengeluh, meratap di akhirat, “Ya Allah! Saya sewaktu di dunia rajin shalat, tapi saya dicatat tidak termasuk orang yang melaksanakan shalat. Malaikat menjawab, dulu ketika kamu melaksanakan shalat, kamu tidak mengharap pahala dari Allah, tapi mengharap pujian dari manusia. Kalau itu yang menjadi keinginan kamu, ya mintalah kepada manusia, yang memberikan penghargaan dan pujian, itulah yang kamu dapatkan.”
“Ketika di dunia kami rajin infak atau sedekah, tapi tidak dicatat sebagai orang yang infak atau sedekah. Malaikat bertanya: apakah kalian lupa, dulu ketika kamu berinfak atau bersedekah tidak mengharapkan ridha Allah, tapi hanya mengharapkan pujian penghargaan manusia. Karena itu yang kamu inginkan, maka mintalah kepada manusia yang kamu harapkan pujian dan penghargaannya. Kenapa kamu dulu minta pujian kepada manusia sekarang menagih kepada Alloh?”
Itulah bahaya riya’. Rasulullah Saw menggambarkan riya’ itu sebagai “syirik kecil”, sebagai syirik samar-samar, asyirkul ashghor atau asyirkul khoofi. Beliau bersabda: “Inna akhwafa maa akhofu ‘alaikum asyirkul ashgor” –Sesuatu yang aku takuti di antara sekian yang aku takutkan, yaitu asyirkul ashgor, musyrik kecil.
Hadits lain menyebutnya asyirkul khofi, musyrik samar-samar. Para sahabat bertanya, “Ya Rasul, apa yang disebut syirik kecil atau yang samar-samar itu?” Nabi Saw menjawab:arriya, melaksanakan sesuatu karena mengharapkan penghargaan dan pujian dari manusia.
Disebutnya musyrik kecil, karena ia telah menduakan Tuhan, punya tujuan kepada Allah tapi mengharapkan sesuatu dari manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar