Selasa, 06 Desember 2011

Akibat Dosa Dalam Kehidupan Manusia

Saint Augustine(354-430), seorang filosof &cendikiawan nasrani menyakini bahwa perlakuan sebuah ‘dosa’ akan menghalangi untuk memperoleh ma’rifat. Ini adalah sebuah ungkapan yang penuh makna dan mengandung sisi kebenaran dari konteks kalimatnya. filosof yang telah kita tinggalkan sekian abad lamanya, namun pandanganya masih terdengar baru di telinga kita. Namun secara de fakto, filosof ini mendapatkan sebuah ilham pemikiran tersebut masih dalam sebuah tatanan doktrin ajaran gereja, yang berpijak pada semua kesalahan dan dosa yang pernah mereka lakukan adalah hasil dari dosa dan kesalahan yang diperbuat oleh Adam sebagai bapak manusia. Juga berkaitan dengan permasalahan pensaliban Isa Al-Masih dianggap sebagai tebusan terhadap dosa manusia. Yang pada akhirnya, kitapun menyangsikan kebenaran pandangannya.
Manusia di dunia ini dengan akal sehatnya, sebetulnya dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk, jikalau ia mau berfikir bahwa perbuatan tersebut adalah baik, pasti ia akan lakukan dan sebaliknya. Namun sayangnya, manusia sering mengikuti hawa nafsunya yang memang kurang terkontrol. Itu sebabnya, seandainya saja pelaku kejahatan tersebut menjelma menjadi hewan yang ganas sebangsa buaya (baca; aligator) atau menjadikan raut muka yang seram, pasti ia takut untuk berbuat dosa. Di sini kitapun pernah menyaksikan lewat perumpamaan di dalam buku-buku komik bergambar tentang orang-orang yang berbuat dosa dan disiksa di neraka jahannam, tergambar misalnya orang yang perutnya buncit dalam keadaan terbelenggu rantai, menggambarkan balasan terhadap orang yang makan harta anak yatim dan harta haram ketika di dunia. Ini merupakan bagian dari balasan terhadap para pelaku dosa di alam akhirat, sebagai tempat balasan. Namun memang benar, ada riwayat di dalam Islam yang mengatakan bahwa ketika ia mengibah seseorang. Kejahatan sudah dapat menjelma seperti orang yang memakan daging saudaranya sendiri di alam misal (antara alam dunia dan akhirat). Untuk dosa tersebut tidaklah langsung merasakan akibatnya di dunia.
Islam sebagai agama yang sempurna, melalui ajaran Rasul Saaw dan Ahlul Baitnya as, menjelaskan perintah-perintah dan menyuruh umatnya agar selalu menjaga kesucian. Oleh karenanya, sangatlah ditekankan seorang hamba Allah ketika ingin menuntut ilmu, haruslah terlebih dahulu menjaga kesucian jiwanya, seperti yang Allah Swt ajarkan kepada orang-orang mukmin, Di dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah) dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (Surat Al-Baqarah ayat 151). Di samping itu, Islam memperingatkan untuk tidak meremehkan sebuah dosa meskipun kecil, karena hal itu barangkali merupakan satu dosa besar dihadapan Allah Swt. Sebagaimana riwayat yang kita temui, yang telah dinukil dari Musa bin Ja’far yang mengatakan: “Pada hari kiamat para malaikat membawa seorang pendusta ke padang mahsyar, lalu pendusta itu disiksa oleh para malaikat dengan tongkat yang terbuat dari api neraka. Para malaikat datang membawanya, lalu memasukkan tongkat itu ke dalam dadanya dan mengeluarkan dari punggungnya, lalu memasukkan tongkat itu lagi dari satu sisinya dan mengeluarkannya dari sisi yang lain. Lalu para malaikat berkata, “Inilah balasan bagi orang yang suka berdusta.”
Dalam sebuah masyarakat, mereka sebagai pelaku dosa tidaklah menyadari bahwa akibat dari perbuatannya akan merugikan kepentingan bersama. Dan faktanya, mereka yang berbuat dosa secara riil (nyata) akan menjadikan malapetaka bagi kehidupan sosialnya, misalnya sebagai seorang pejabat yang menyala gunakan uang pajak rakyat untuk kepentingan pribadi, masyarakat akan memberikan penilaian yang sangat buruk terhadapnya,dan dianggap bukanlah bagian dari individu masyarakat tersebut. Dalam hal ini, tentunya masyarakat menginginkan individu-individu yang bermanfaat sehingga akan menciptakan sebuah kehidupan masyarakat yang penuh dengan kerukunan dan kedamaian.
Dalam Islam, banyak kita temui perkara-perkara yang menganjurkan kita untuk menjauhi perbuatan dosa, untuk menghindari atas efeknya yang ada. Diantaranya, menghindari dosa sebagai syarat terkabulnya do’a, dari Imam Ja’far Shadiq as, berkata,”Jangan engkau berbuat dosa, niscaya ketika itu engkau dapat melihat betapa doamu mustajab.” Al-Qur’an mengatakan bahwa kehidupan seorang manusia yang berdosa rawan tertiup angin. Tidak mempunyai sebuah kehidupan yang tenang dan bahagia. Rumahnya tidak ubahnya seperti penjara baginya. Inilah kehidupan yang dialami manusia pendosa. Ayat tersebut berbunyi:“Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri”.(ar-Ra’d ayat 31). Dan para pendosa senantiasa merasa takut, dan pada akhirnya mendatangkan keraguan, hingga hati mereka tercabik berkeping-keping, di dalam ayat yang berbunyi:“Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surat at-Taubah ayat 110).
Betapa indah periwayatan yang dinukil dalam kitab-kitab do’a Ahlul Bait as, diantaranya di dalam do’a Kumail, yang beirisi pengakuan terhadap dosa, sekaligus meminta pengampunan darinya, hal ini berkaitan langsung dengan sendi kehidupan umat manusia. Di dalam do’a tersebut, seorang muslim berkata: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak nikmat. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merintangi doa. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menurunkan bencana.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar