Minggu, 30 Oktober 2011


Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku,dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan.
Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim. Tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti. Sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi Ibrahim & Nabi Ismail.
Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi
memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti.
Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang,
ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.

“Ma’af pak, Berapa harga kambing yang itu?” ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.

” Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang” kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.

” Tidak bisa turun pak?” kataku mencoba bernegosiasi.

” Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal” si pedagang
bertahan.

” Satu juta lima ratus ribu ya?” aku melakukan penawaran pertama

” Maaf pak, masih jauh.” ujarnya cuek.

Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.

” Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?” kataku

” Masih belum nutup pak ” ujarnya tetap cuek.

Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.

Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil. Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya.
Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini
selangit.
” Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?” kataku kemudian

” Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah”
katanya

Belum sempat aku menawar. Di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi. Meskipun pakaian “korpri” yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.

” Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?” katanya kagum

” Dua juta tidak kurang tidak lebih kek.” kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si kakek.

” Weleh larang men regane (mahal benar harganya) ?” kata si kakek dalam
bahasa Purwokertoan
” bisa di tawar-kan ya mas ?” lanjutnya mencoba negosiasi juga.

” Cari kambing yang lain aja kek. ” si pedagang terlihat semakin malas
meladeni.

” Ora usah (tidak perlu yang lain) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini)
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas.” katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya.

Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, Enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh
ribuan dikeluarkan dari dalamnya.
” Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?” lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.
Si pedagang kambing bengong (kaget), tidak terkecuali aku yang
memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.

” Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah” si pedagang mengeluarkan
selembar lima puluh ribuan

” Ora ono ongkos kirime tho…?” (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih

” Dua juta sudah termasuk ongkos kirim” si pedagang yg cukup jujur
memberikan lima puluh ribu ke kakek
” Mau di antar ke mana mbah?” (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi
mbah)

” Alhamdulillah, luwih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa
ditabung lagi)” kata si kakek sambil menerimanya

” Tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu
ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, Insya Alloh bocah-bocah podo ngerti (Insya Alloh anak-anak sudah tahu).”
Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah di sepakatinya,
si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang di sandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-Trail milikku.

Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di kayuhnya tetap
dengan semangat.
Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya.

Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah, rata-rata penduduk sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta asing. Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi. Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super
Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang seharusnya sanggup membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus.

Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku. Yang harganya tidak lebih dari service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia fana. Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya.

Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia. Balikkan hati hambaMu yang tak pernah bersyukur ini ke arah orang yang pandai mensyukuri nikmatMu

Astaghfirullohal ‘azim……. Astaghfirullohal ‘azim……. Astaghfirullohal
‘azim…….

Amin.
Semoga bermanfaat.
wassalamu'alaikum wr wb


MASJID TERBESAR KE 10 DI DUNIA

10 : Masjid Baitul Mukharam di Dakha, Bangladesh, mampu menampung 30,000 orang jamaah
Baitul Mukharam merupakan masjid Nasional Bangladesh, berlokasi di Dhaka, ibukota Bangladesh, didirikan pada tahun 1960. Masjid tersebut berkapasitas 30,000 orang, memberikannya tempat terhormat diantara 10 masjid terbesar di dunia.Namun, masjid tersebut senantiasa penuh sesak.ini khususnya terjadi selama bulan suci Ramadhan, yang mengakibatkan pemerintah Bangladesh menambah perluasan pada masjid sehingga meningkatkan kapasitasnya menjadi hampir 40,000 orang jamaah. Komplek masjid ini didesain oleh arisitek yang bernama T. Abdul Hussain Thariani.

Jumat, 07 Oktober 2011

MASJID TERBESAR KE 11 DI DUNIA

11 : Masjid Id Kah di Kasgar, Xinjiang di dalamnya mampu manampung 20,000 orang jamaah
Masjid Id Kah merupakan masjid yang berlokasi di Kasgar Xinjiang, di bagian barat China. masjid ini merupakan masjid terbesar di China. Setiap Jum’at masjid tersebut di penuhi 10,000 orang jamaah dan dapat menampung 20,000 orang jamaah sekaligus.
masjid tersebut di bangun oleh Saqsiz Mirza kira-kira pada tahun 1442 (meskipun struktur tuanya tertanggal tahun 996) dan mencakup luas 16,800 meter persegi.
Masjid tersebut merupakan pusat ketegangan antara Muslim Uyghur dan Han China di Xinjiang pada tahun 2003, ketika pengembang meruntuhkan kebun mawar di situs masjid dan membangun pasar tertutup di dekatnya.